Kebun Kopi Toraja

perkebunan kopi toraja sulotco
Sejak lama Kopi Toraja menjadi salah satu kopi terbaik dari Indonesia. Popularitasnya yang tinggi membuat Kopi Toraja sangat dicari oleh penggemarnya yang tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari mancanegara.

Perkebunan kopi Arabika telah ada di Toraja sejak abad ke-16 sejak diperkenalkan oleh orang-orang dari Kerajaan Gowa yang mendapatkannya dari pedagang Arab. Sejak saat itu perdagangan kopi di Sumatera Selatan tumbuh dengan pesat sampai menyebabkan perang untuk memonopoli perdagangan mutiara hitam Toraja tersebut.

Pasang surut kemudian melanda pertumbuhan perkebunan kopi di Toraja mulai serangan penyakit karat daun yang merusak tanaman kopi Arabika, kemunculan kopi Robusta yang diperkenalkan belanda dan sempat sukses menggantikan Arabika, mundurnya perdagangan karena isu penyakit akibat minum kopi, terabaikan saat perang dan pasca kemerdekaan, Kembali berkembangnya perkebunan kopi Arabika, dan tersendatnya distribusi kopi di era pemberontakan DI/TII. Kini perkebunan-perkebunan kopi Arabika Toraja telah bangkit kembali dan menghasilkan ribuan ton kopi yang sebagian besar untuk diekspor ke luar negeri.

Indonesia menjadi negara penghasil kopi terbesar ke-3 di dunia pada tahun 2022, di bawah Brazil dan Vietnam. Produksi kopi Indonesia mencapai 794.800 ton di tahun tersebut, meningkat 1,1% dibanding tahun sebelumnya. Sebagian besar produk kopi Indonesia baik Arabika maupun Robusta diekspor ke beberapa negara antara lain: Amerikat Serikat (54.487 ton), Malaysia (38.551 ton), Mesir (32.539 ton), Jepang (23.484 ton), Jerman (21.322 ton), Italia (27.237 ton), Inggris (21.349 ton), Belgia (14.758 ton), Rusia (24.182 ton), dan India (19.997 ton). Kopi dikirim sebagai komoditi ekspor 98,01% dalam bentuk green beans atau biji kering belum digoreng.

Perkebunan kopi di Indonesia pada tahun 2022 memiliki luas 1,29 juta hektar (ha). Dilihat dari segi pengelolaannya, mayoritas perkebunan kopi di Indonesia dimiliki oleh rakyat, yaitu seluas 1,26 ha. Sementara luas perkebunan kopi skala besar yang dikelola oleh negara dan perusahaan swasta adalah sebesar 23.200 ha. Dari jumlah itu, Sulawesi Selatan menjadi penyumbang perkebunan kopi terluas yaitu 268.000 ha. Posisi tersebut diikuti oleh Lampung dan Aceh dengan luas perkebunan kopi secara berurutan 156.500 ha dan 126.600 ha.

Luas perkebunan kopi di Tana Toraja sendiri adalah seluas 10.772 ha dengan Kecamatan Bittuang menjadi pemilik kebun kopi terluas sebesar 1.654 ha, diikuti oleh Kecamatan Gandangbatu Sillanan dan Kecamatan Mengkendek masing-masing seluas 1.597 ha dan 970 ha. Dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Tana Toraja, semuanya memiliki perkebunan kopi dengan luas area yang bervariasi. Dari luas perkebunan kopi tersebut, hasil panen kopi Tana Toraja adalah sebesar 3.567,82 ton pada tahun 2022.

Untuk Kabupaten Toraja Utara, luas perkebunan kopi yang dimilikinya adalah sebesar 11.235,8 ha. Daerah dengan perkebunan kopi paling luas adalah di Kecamatan Buntu Pepasan yaitu sebesar 2.110 ha. Hasil panen kopi Toraja utara adalah sebesar 7.888 ton berdasarkan data tahun 2021.

Perkebunan kopi di Toraja sejatinya ditopang oleh kondisi alam yang mendukung, seperti lokasi di pegunungan dengan ketinggian 1.000-2.500 mdpl dan temperatur suhu rata-rata berkisar antara 15° C – 28° C dengan kelembaban udara antara 82 – 86 %, curah hujan rata-rata 1500 mm/thn sampai lebih dari 3500 mm/tahun. Tanaman kopi Arabika akan tumbuh dengan subur dalam kondisi seperti yang telah disebutkan.

Pertumbuhan tanaman kopi yang baik tidak selalu berbanding lurus dengan produktivitas panen. Hal inilah yang menjadi permasalahan di perkebunan kopi Toraja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produksi kopi Toraja. Dikarenakan sebagian besar perkebunan kopi di Toraja adalah perkebunan rakyat, proses produksinya baik panen maupun pasca panen masih bersifat tradisional. Kondisi perkebunan yang berada di lereng curam juga menyebabkan proses panen tidak bisa berlangsung cepat dan bersamaan. pengupasan kulit ceri dan pencucian dilakukan secara manual dengan alat yang sederhana. Proses penjemuran juga dilakukan bergantung dengan kondisi alam. Hal inilah yang menyebabkan produksi Kopi Toraja terbatas dan harganya juga tinggi.

Dengan tingginya permintaan terhadap Kopi Toraja, diharapkan agar pihak berwenang dapat memberikan bantuan kepada petani kopi agar mendapatkan penghasilan yang lebih layak dari salah satu kopi terbaik Indonesia ini. Kebutuhan petani seperti pelatihan dan penyuluhan serta sarana produksi (bibit, pestisida, dll), kebijakan-kebijakan yang dapat membantu petani, diupayakan agar mampu meningkatkan produktivitas petani kopi dan mereka dapat menjual biji kopi mereka dengan harga bersaing.

Perkebunan kopi Sulotco Jaya Abadi juga turut bekerjasama dengan mitra petani serta masyarakat di sekitar untuk mengolah perkebunan. Sulotco mengelola perkebunan menggunakan sistem bagi hasil dengan perusahaan terlebih dahulu memenuhi kebutuhan sarana produksi petani. Diharapkan dengan sistem ini, petani kopi lebih banyak mendapatkan hasil dan menjadi lebih sejahtera. Kenikmatan Kopi Toraja diharapkan bukan hanya sekedar memberi kebahagiaan bagi para penikmatnya, tapi juga menyumbangkan senyum ke pelaku produksinya di hulu.

Bagikan ke :

Related Articles