Rumah adat khas dari Toraja biasa disebut tongkonan. Hal ini merupakan salah satu aspek yang unik dan terkenal dari Toraja, selain upacara kematian dan Kopi Toraja.
Tongkonan berasal dari Bahasa Toraja โtongkonโ yang berarti โdudukโ dan diberi akhiran -an. Jadi, Tongkonan maknanya adalah tempat duduk bersama-sama para anggota dari satu rumpun keluarga. Upacara-upacara yang berkaitan dengan sistem kekerabatan, kemasyarakatan, dan kepercayaan dilakukan di Tongkonan. Tongkonan tidak dimiliki secara pribadi. Jika sepasang suami istri Bersama anak dan cucu mendirikan Tongkonan, maka keturunan keluarga tersebut yang akan menjadi pewaris Tongkonannya.
Di dalam Tongkonan aturan-aturan dalam masyarakat dirumuskan berupa aluk (aturan) dan pemali (larangan) serta pembinaan mengenai gotong royong dilaksanakan. Fungsi Tongkonan ini tidak lepas dari falsafah yang bersumber dari kepercayaan asli yang dianut Masyarakat Toraja, Aluk Todolo. Setiap bentuk konstruksi, ruangan, ukir-ukiran, dan struktur dalam Tongkonan memiliki maknanya masing-masing.
Mengacu pada Aluk Todolo, struktu pada Tongkonan dibagi menjadi tiga bagian utama :
- Bagian bawah (Sulluk Banua)
Merupakan kolong rumah yang dikelilingi oleh tiang-tiang yang menopang badan rumah yang disebut Kale Banua. Dulunya kolong rumah difungsikan sebagai kandang kerbau. Tapi seiring perkembangan waktu, kesadaran masyarakat terhadap kebersihan semakin tinggi sehingga Sulluk Banua tidak lagi djadikan kandang. - Badan rumah (Kale Banua)
Badan rumah yang ditopang oleh tiang-tiang ini merupakan pusat aktivitas sehari-hari, tempat dilaksanakannya upacara-upacara, dan tempat musyawarah keluarga. Kale Banua secara tradisional dibagi menjadi 3 bagian: Tangdoโ (ruang depan) yang biasa dibuat istirahat dan musyawarah. Sali (bilik tengah yang posisinya lebih rendah dari tangdoโ) yang dipakai untuk tempat tidur keluarga, dapur, dan tempat makan. Sumbung (ruang dengan posisi lebih tinggi dari tangdoโ dan sali) yang merupakan tempat tidur keluarga inti. - Bagian atas (Rattiang Banua)
Rattiang Banua meliputi loteng dan atap. Loteng secara tradisional biasa digunakan untuk menyimpan kain dan benda-benda pusaka. Atap Tongkonan dulunya terbuat dari daun nipa dan memiliki bentuk unik yang melengkung dengan dua sisi yang menonjol seperti lunas perahu. Makna di balik bentuk perahu ini adalah sebagai pengingat bahwa leluhur Bangsa Toraja datang dari arah utara dengan menggunakan perahu. Karena itu Tongkonan dulunya dibangun menghadap ke arah utara.
Ragam Tongkonan ada beberapa jenis berdasarkan fungsinya di masyarakat.
- Tongkonan Layuk
Merupakan pusat pemerintahan dan kekuasaan adat. Tongkonan ini biasa digunakan untuk mengatur segala urusan pemerintahan, tempat dibuatnya aturan dan larangan, dan tempat untuk bermusyawarah.
- Tongkonan Pekamberan
Adalah tempat pelaksanaan pemerintahan adat yang melaksanakan aturan yang dibuat di Tongkonan Layuk. Tongkonan Pekamberan juga digunakan untuk mengadili orang yang melanggar pemali atau larangan.
- Tongkonan Batu Aโriri
Penghuni Tongkonan ini tidak memiliki jabatan dalam pemerintahan adat. Tongkonan ini menjadi tempat pelatihan dan pembinaan keluarga yang akan membangun Tongkonan pertama kali. Ukuran Tongkonan ini tidak terlalu besar dan sedikit berbeda dari Tongkonan pada umumnya.
Pada badan dan dinding Tongkonan umumnya dipenuhi oleh ukiran-ukiran yang dinamakan passuraโ. Passuraโ ini terdiri dari beberapa jenis dan memiliki maknanya masing-masing serta memiliki aturan dalam penempatannya. Terdapat empat bentuk dasar passuraโ.
- Passuraโ paโ manuk Londang
Ukiran berbentuk ayam jantan yang terdapat di muka dan belakang rumah pada papan atas berbentuk segitiga menutupi Rattiang Banua. Ukiran ini biasanya dibuat di atas ukiran paโ Barre Allo. Ukiran ini melambangkan kepemimpinan yang arif dan bijaksana serta dapat dipercaya karena perkataannya selalu benar berdasarkan kebajikan, pemahaman, dan intuisi.
- Passuraโ paโ Barre Allo
Ukiran berbentuk bulatan matahari. Terletak di Rattiang Banua bagian muka dan belakang rumah di bawah ukiran paโ manuk Londang. Ukiran ini melambangkan kepercayaan bahwa semua yang ada di dunia berasal dari Puang Matua (Tuhan yang Maha Esa). Penghuni Tongkonan dengan ukiran ini biasanya memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat.
- Passura paโ Tedong
Ukiran berbentuk kepala kerbau ini terletak di penyangga badan rumah. Makna ukiran ini adalah status sosial yang tinggi dikarenakan kerbau memiliki nilai sosial yang tinggi dan merupakan standar ukuran harta kekayaan di Toraja.
- Passura paโ sussuโ
Ukiran ini berbentuk garis vertikal dan horizontal sejajar tanpa variasi dan warna. Ukiran sederhana ini melambangkan kebangsawanan dan harapan untuk mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku. Hanya orang-orang tertentu yang menggunakan ukiran ini.
Selain ukiran-ukiran ini, dinding bagian depan Tongkonan juga dihiasi oleh ornamen kepala kerbau dari kayu yang menggunakan tanduk kerbau asli. Hiasan ini disebut kabongoโ. Di atasnya terdapat ornamen kepala ayam jantan yang disebut katik. Dahulu tidak semua Tongkonan boleh dipasang ornamen ini kecuali Tongkonan orang-orang yang memiliki peran dalam kepemimpinan adat. Selain itu di tiang utama rumah juga digantung tanduk-tanduk kerbau yang berjajar. Hal ini menunjukkan tingginya derajat seseorang. Semakin banyak tanduk kerbaunya, berarti semakin banyak kerbau yang dipotong untuk upacara adat, maka semakin tinggi derajat sosial orang tersebut di masyarakat.
Demikian penjelasan mengenai rumah adat Toraja. Kekayaan budaya dan adat istiadat yang sarat makna di Toraja adalah hal yang perlu dijaga sebagai bagian dari keragaman budaya di Indonesia. Seperti halnya rumah adat Toraja, aspek lain seperti Kopi Toraja juga harus turut dilestarikan. Karena tidak hanya Kopi Toraja memegang peran penting sebagai identitas Tana Toraja, Kopi Toraja telah membawa nama Toraja mendunia di kancah internasional. Untuk menikmati Kopi Toraja pilihan yang berkualitas, Anda dapat menikmati kopi dari perkebunan kopi Sulotco di Pegunungan Rantekarua, Bolokan.